Archives

0

cerpen

ncuye 12 Februari 2010


Suasana kampus jam-jam segini memang lumayan sepi, karena memang jam padat kuliah sudah selesai. Tinggal aku dan manusia di sebelahku ini yang masih setia duduk-duduk di taman sekedar menunggu matahari agak turun ke barat.“Sa, ak minta tolong, bisa gak?”, tanyaku setengah memelas.“Minta tolong apaan?”, jawab Nisa masih serius dengan komik di tangannya.“Kamu masih inget Shelly kan? Mantanku yang sekarang ngebet pengen balikan ma aku?”“Hem,,, trus?”“Dia gak bakalan nyerah bikin aku nrima dia lagi”“Trus?”“Aku tuh risih banget sama sikap dia akir-akir ini. Kayak dia tuh satpam aku aja. Segala urusanku dia tau”“Trus?”“Dia bakalan bener-bener mundur kalo aku uda punya cewek dan dia juga harus tau sapa cewek tiu”“Trus?”“Kok terus-terus sih. Sebenernya kamu dengerin ceritaku gak sih?”. Aku agak dongkol pada sahabatku yang satu ini. Akhirnya Nisa menutup komiknya.“Iya, aku dengerin. Sekarang kamu maunya apa?”“Aku mau minta tolong kamu. Aku mau kamu pura-pura jadi cewekku. Terus aku kenalin ke Shelly. Dengan begitu Shelly gak akan ganggu aku lagi”“WHAT?!?!”, Nisa kaget mendengarnya.“Gak usah screaming gitu napa sih? Biasa aja lagi”“Emang gak ada ide laen”. Aku menggeleng.“Kenapa mesti aku? Gimana kalo Tia aja. Dia kan cantik, tinggi, pinter. Serasi banget deh sama kamu. Lagian kamu kan juga akrab sama dia. Jadi kalo ngobrol masih nyambung”“Gak bisa, Sa. Kalo kamu kan udah tau critanya mulai dari awal. Jadi kalo ada apa-apa paling nggak kamu bisa mengantisipasi”, aku memberi alasan.“Sori, Vin, tapi aku gak bisa”“Kenapa, Sa? Masak kamu gak mau sih nolongin sahabat kamu?”“Bukannya gak mau, Vin. Tapi gak bisa”“Trus alasannya apa?”“Aku gak bisa nanggung resikonya. Kamu yakin, kalo Shelly tau kamu udah punya cewek, dia bakalan langsung ngejauhin kamu? Kalo dia kirim intel buat mata-matain kamu gimana? Trus kalo dia tau ini cuman bo’ongan gimana?”. Kami terdiam sejenak.“Ya udah kalo kamu gak mau nolongin aku”, kataku agak kecewa.“Idih, dibilangin gak bisa, bukannya gak mau”“Ye,,, sama aja kan?”“Gak sama lagi”“Whatever lah. Mo pulang bareng gak? Uda gak panas nih”. Nisa mengangguk kemudian mengikuti langkahku. Sudah 3 hari sejak kejadian di kampus sore itu, aku dan Nisa tidak pernah membahasnya lagi. Aku dan Nisa bersahabat sejak 1,5 tahun yang lalu. Tepatnya sejak kami masuk perguruan tinggi. Nisa adalah orang kepercayaanku. Aku selalu menceritakan apa yang aku alami pada cewek itu. Dan Nisa selalu memberi solusi bagi masalahku atau sekedar jadi pendengar setia cerita-ceritaku. Termasuk cerita Shelly, cewekku yang aku putuskan 5 bulan lalu. Tapi satu hal yang selalu menjadi pertanyaanku, Nisa jarang sekali bercerita panjang lebar padaku. Dan aku pun tidak pernah bertanya padanya. Aku takut menyinggung perasaannya. Aku pikir biar dia sendiri yang nantinya cerita padaku.Tapi lama kelamaan aku penasaran juga pada sikapnya itu. Apalagi sejak ada 2 cowok beda jurusna yang terang-terangan nembak dia. Dengan cueknya Nisa nolak cowok-cowok itu. Hingga suatu hari …“Sa, aku mau tanya boleh gak?”“He-eh”, jawab Nisa sambil terus membaca novel di tangannya.“Kalo boleh tau alasan kamu nolak Mikki sama Agung apaan sih? Padahal banyak cewek yang ngfans sama Mikki. Eh, malah kamu tolak. Kamu tuh aneh. Jangan-jangan kamu lesbian ya”, godaku.:Hus,,, ngawur. Aku masih normal lagi. Pengen tau knapa? Soalnya, klo aku punya cowok, trus yang nemenin kamu sapa? Aku kan orangnya setia kawan”, Nisa tertawa.“Sialan. Aku serius nih”“Aku juga serius”. Nisa gak mau kalah.“Nyerah deh ngomong sama kamu”. Nisa cuma tertawa mendengarnya. Ternyata manis juga cewek di sampingku ini. Deg,,, tiba-tiba seperti ada perasaan aneh di hatiku. Sampai di rumah aku terus memikirkan ada apa sebenarnya dengan Nisa. Kenapa dia begitu anti dengan cowok. Apa dia sudah punya pacar. Tapi aku nggak pernah sekalipun melihatnya jalan dengan cowok. Di dompet, binder ataupun bukunya tidak pernah ada foto cowok atau nama seseorang. Kalaupun dia trauma karena pernah disakiti, dia nggak pernah menunjukkan gejala-gejala seperti itu. Nisa, kamu sahabatku yang penuh misteri. Tiba-tiba aku berpikir, selama ini aku adalah cowok yang paling beruntung karena aku paling dekat dengan Nisa. Cewek manis, pinter, dan sering jadi pembicaraan anak-anak kampus karena Nisa sering menjuarai lomba menulis cerpen atau puisi. Sur,,, perasaan itu muncul lagi. Seperti ada yang menyetrumku. Hei, kenapa aku ini?, tanyaku pada diriku sendiri. “Sa, anterin ke toko buku yok!”, ajakku.“Tumben kamu ke toko buku, Vin. Gak salah alamat?”“Ntar pulangnya aku traktir deh”“Tawaran yang bagus tuh, Ayok deh”“Duh, senengnya kalo denger traktiran”. Nisa tertawa. Ternyata dia memang manis. Aduh, aku kenapa lagi?, batinku. Sedang enak-enaknya memilih buku tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.“Hei, Vin. Senengnya bisa ketemu kamu di sini”. Aku cuma tersenyum kecut begitu tau siapa yang menyapaku.“Eh, Shelly”“Kamu sama sapa, Vin?”, tanyanya. Aku langsung teringat Nisa. Spontan aku jawab,“Cewekku. Tuh dia di sana”. Telunjukku mengarah pada rak tempat novel-novel. Sejenak aku melihat raut muka kecewa pada wajah Shelly. Tapi kemudian dia kembali tersenyum.“Kenalin dong”, ajaknya. Tidak berapa lama kami sudah sampai di tempat Nisa sedang membaca novel. Aku memegang pundaknya kemudian tersenyum.“Sa, kenalin, ini Shelly. Shell, ini Nisa”. Nisa mengulurkan tangannya sambil tersenyum.“Senang kenalan sama kamu”, ucap Shelly.“Udah berapa lama jadian?”, sambungnya. Aku sempat memandang wajah Nisa yang kini berubah ekspresi dari ramah jadi antara kaget dan bingung.“Baru 3 bulan”, jawabku, karena aku tau Nisa takkan menjawabnya.“Kalo gitu selesai sudah penantianku”, Shelly menghela nafas kecewa.“Selamat ya. Moga kalian langgeng”, katanya mencoba tersenyum. Nisa hanya terdiam. Aku jadi serba salah.“Aku duluan ya. Masih ada perlu”, pamit Shelly. Aku mengangguk. Tidak berapa lama setelah punggung Shelly tidak terlihat, Nisa akhirnya membuka mulutnya.“Makasih ya, Vin. Aku pulang dulu”Dari nadanya terdengar kalo Nisa marah. Baru pertama kali ini aku melihatnya marah. Dan aku yang telah menyebabkannya. Aku nggak mau bikin keributan di dalam toko buku ini dengan berteriak memanggil namanya. Makanya aku mengikutinya sampai depan.“Sa, dengerin alasanku dulu”, kataku sambil meraih lengannya.“OK, aku dengerin alasan kamu kalo itu masuk akal”, katanya. Tapi ia tetap tak mau melihat mataku.“Sa, aku bener-bener minta maaf. Waktu Shelly nyapa aku, yang ada dipikiranku Cuma ide itu. Dan kamu satu-satunya yang bisa nolong aku”, aku memberi alasan dengan memelas.“Tapi kamu tau kan kalo aku gak setuju dengan ide itu. Dan kamu juga udah tau apa alasannya. Sori, Vin, mungkin sikapku terlalu berlebihan”, ucap Nisa sambil memandang mataku lekat-lekat, tapi kemudian pandangannya beralih kembali.“Kamu udah ngejelasin dan aku udah denger. Sekarang biarin aku pulang”. Nisa menarik lengannya. Sejenak aku terdiam. Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya, pikirku. Ah… aku tidak mau membiarkan dia pergi lagi.“Nisa… aku suka kamu. Itu alasan sebenarnya”, kataku setengah berteriak agar Nisa yang berjarak 5 langkah dariku, bisa mendengar dengan jelas kalimatku. Ternyata maksudku tersampaikan, cewek manis itu berhenti dan membalikkan badannya. Tapi yang kulihat, raut wajahnya tidak berubah. Aku menghampirinya.“Aku suka kamu, Sa. Mau nggak kamu jadi cewekku?”. Nisa terdiam.“Kamu nggak perlu jawab sekarang”, sambungku cepat sambil tersenyum.“Vin, emang salahku nggak pernah cerita dari dulu”, akhirnya Nisa mau bicara.“Padahal kamu adalah sahabatku tapi aku kurang terbuka sama kamu. Vin, dari dulu sampe sekarang, kamu tetep sahabatku karna aku masih dan akan terus menepati janjiku pada seseorang itu”. Dari kalimatnya yang panjang itu aku sudah dapat menarik kesimpulan kalau ia menolakku. Tapi aku masih penasaran.“Siapa seseorang itu, Sa?”, tanyaku.“Temmy”. Hanya itu yang ia ucapkan sebelum ia pamit pulang. Aku hanya terdiam, membiarkannya pergi meninggalkan aku yang tiba-tiba dihinggapi rasa kecewa. Besoknya ketika suasana hati Nisa terlihat gembira, aku menanyakan siapa sebenarnya ‘Temmy’. Awalnya Nisa diam saja, tapi kemudian dia menjelaskan dengan mata menerawang, seakan-akan ia melihat sesuatu yang ada jauh di sana.Ternyata ‘Temmy’ adalah teman SMA Nisa. Sejak kelas 2 SMA, Temmy adalah sebuah mentari dalam hidup Nisa. Ya, mereka adalah sepasang kekasih. Tapi semua kebahagiaan itu berakhir sejak 1,5 tahun yang lalu. Tepatnya di hari pengumuman kelulusan SMAnya. Pagi itu, seperti biasa, Temmy menjemput Nisa di rumahnya. Cowok itu mengendarai motornya dengan kecepatan normal. Tiba-tiba dari arah kiri sebuah pertigaan dekat rumah Nisa datang sebuah mobil mewah warna merah. Mobil itu berkecepatan tinggi dan berjalan tidak pada jalurnya. BRUAK…. Dan kecelakaan itu pun tak terelakkan. Temmy terpental hingga 2 meter dari motornya yang rusak berat. Orang-orang sekitar termasuk Nisa sempat membawa Temmy ke rumah sakit. Tapi belum ada satu jam, Temmy sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Di menit-menit terakhir, Nisa sempat berjanji bila Temmy akan selalu menjadi mentari baginya. Akhirnya Temmy meninggalkan Nisa untuk selamanya dengan senyum tersungging di bibirnya.Cewek di sampingku ini meneteskan air matanya setelah menceritakan kenangannya itu. Baru pertama kali ini aku melihat Nisa menangis dan aku hanya bisa terdiam. Pupus sudah harapanku. Tapi aku masih tetap menyukai Nisa. Gadis manis yang akan selalu jadi sahabatku.
0

UNDANG - UNDAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP

ncuye 10 Februari 2010
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi
sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk
memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan
faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi
kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan
kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan
ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah
dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3046);
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3839);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
- 2 –
2
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut
dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang
diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi
alamiahnya;
4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan
baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameterparameter
tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi
peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau
penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun
kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen
yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di
dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau
kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan
baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau
air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk
menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;
14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau
dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah
Nondepartemen;
17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum;
- 3 –
3
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian
dampak lingkungan.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu
dengan pendekatan ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.
Pasal 3
Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan
baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam.
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di
luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf
c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 5
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Kota.
Pasal 6
- 4 –
4
Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendayagunaan Air
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun rencana
pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat
yang hidup dalam masyarakat setempat.
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi
pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik
kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.
Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan
lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur
dengan Peraturan Daerah Propinsi.
- 5 –
5
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada
hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau
Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan
pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,
Dan Status Mutu Air
Pasal 10
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 11
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan
parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang
pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri
dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau
b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada :
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota;
- 6 –
6
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu
propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing
Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang
merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan
pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya
6 (enam) bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan
kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan
menetapkan mutu air sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing
mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.
Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan
analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1),
maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk
Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih
laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan
menggunakan laboratorium rujukan nasional.
- 7 –
7
BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi
dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air yang lintas
Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada sumber air
yang berada pada Kabupaten/Kota.
Pasal 19
Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang :
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
Pasal 21
(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud dalam Pasal
20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri
menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.
- 8 –
8
Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban
pencemaran air pada sumber air.
(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan
untuk :
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air;
c. penetapan rencana tata ruang;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air
limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Darurat
Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran air pada
keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan
kepada Pejabat yang berwenang.
- 9 –
9
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib mencatat :
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.
(4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera melakukan
verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap
pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya
pelanggaran, maka Bupati/ Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta
dampaknya.
Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan
atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk
melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan
laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama Hak
Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status
mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- 10 –
10
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (4).
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi
yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang
penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang
penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurangkurangnya
sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan
disampaikan kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi
pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.
- 11 –
11
Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi
pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan
permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan
bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka
Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.
(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Pembuangan Air Limbah
Pasal 37
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau
sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.
Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau
sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.
(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dicantumkan :
a. kewajiban untuk mengolah limbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;
e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak
lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan
atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;
- 12 –
12
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar
yang dipersyaratkan;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang
mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.
Pasal 39
(1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada
sumber air.
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum
dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku
mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
Pasal 40
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air
wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan
Upaya Pemantauan Lingkungan.
Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan
permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan
bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka
Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ditetapkan oleh
Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.
(8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
- 13 –
13
Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau sumber air.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk
meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif.
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya
pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun
sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan sarana dan prasasara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang
tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat
pengawas lingkungan daerah.
Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penaatan
persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang :
a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio
visual, dan pengukuran;
- 14 –
14
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepenting-an, karyawan yang
bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran lain
dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat
keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku,
dan bahan penolong;
f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalasi
pengolahan limbah;
g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi;
h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau
kegiatan;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi
pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.
Pasal 47
Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihat-kan surat tugas dan atau
tanda pengenal.
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat
(1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, dan Pasal
42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25,
Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau uang paksa.
Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan
hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau
melakukan tindakan tertentu.
- 15 –
15
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan
penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Bagian Ketiga
Sanksi Pidana
Pasal 51
Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38,
Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal
46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh
daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah,
maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini
wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air
limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya
Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber
air dari Bupati/Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12
ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.
- 16 –
16
Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan
Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu
air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.
Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka
baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah mendapat
rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun
1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
- 17 –
17
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 153
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
UMUM.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu
dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup
lainnya.
Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar
kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.
Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan
pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya
pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air
memenuhi baku mutu air.
Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen
lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk
sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan
makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna,
produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan
menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).
Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk
berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia
dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan
dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis,
guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan
manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan
dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya
guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara
lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu
dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik,
dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlukan
biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari
kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar
dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan
menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh
air yang cemar.
- 2 –
2
Berdasarkan definisinya, Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air
yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya
pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau
dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air.
Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses),
juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan
peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas
air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapai
kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak
untuk semua golongan peruntukan.
Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan
dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima
sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini
merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan
peruntukannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dianggap
tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi daerah
sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan atau mengalir melintasi batas
wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air tidak hanya dapat
dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah daerah. Dengan demikian harus
dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarkan pada karakter
ekosistemnya sehingga dapat tercapai pengelolaan yang efisien dan efektif.
Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan melalui
upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan
atau satu kesatuan pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sungai (DAS) dan
daerah pengaliran sungai (DPS). Kerja sama antar daerah dapat dilakukan melalui badan kerja
sama antar daerah. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut termasuk dengan instansi terkait,
baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penetapan baku mutu air,
penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air limbah, pembinaan
dan pengawasan penaatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
- 3 –
3
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan melestarikan
fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control). Pelestarian
kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi
alamiahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer air tanah dalam
secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber–sumber air tersebut juga akan sulit
dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk pemulihannya.
Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mata air kualitas
airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam maupun di
luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang disebut
akuifer.
Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan geologis
tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Ayat (4)
Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban
pencemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan menyebabkan air
menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air).
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan masa yang
akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan baku mutu air
dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air.
Ayat (2)
- 4 –
4
Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang tinggi dari
aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural.
Ayat (3)
Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing uses) dan
potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses).
Pasal 8
Ayat (1)
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan
kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan yang terbaik.
Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan selanjutnya.
Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu
peruntukan air (designated beneficial water uses).
Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum
dengan pengolahan secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan.
Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari tiap kelas,
yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air mempersyaratkan
mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukkan tertentu.
Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegiatan
penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat menggunakan
air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan
mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kriteria kelas yang
diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan mutu air,
penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin dicapai.
Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang bersifat
lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi).
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
- 5 –
5
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pengetatan dan atau penambahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi spesifik, antara
lain atas pertimbangan karena di daerah tersebut terdapat biota dan atau spesies sensitif yang
perlu dilindungi.
Yang dimaksud dengan yang lebih ketat adalah yang tingkat kualitas airnya lebih baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air meliputi, antara lain, rencana pemantauan,
pengharmonisasian operasi pemantauan kualitas air, pelaporan dan pengelolaan data hasil
pemantauan.
Pasal 14
Ayat (1)
Status mutu air merupakan informasi mengenai tingkatan mutu air pada sumber air dalam waktu
tertentu.
Dalam rangka pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air, perlu diketahui
status mutu air (the state of the water quality). Untuk itu maka dilakukan pemantauan kualitas air
guna mengetahui mutu air, dengan membandingkan mutu air.
Tidak memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas
airnya lebih buruk dari baku mutu air.
Memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas
airnya sama atau lebih baik dari baku mutu air.
Dalam hal metoda baku penilaian status mutu air belum ditetapkan dalam peraturan perundangundangan,
dapat digunakan kaidah ilmiah.
- 6 –
6
Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-indikator dan
toksisitas.
Ayat (2)
Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar berat, cemar
sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat baik dan
cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan suatu
indeks.
Pasal 15
Ayat (1)
Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja
pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan.
Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat
diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka
pengedalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi laboratorium di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan antara lain
untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis sampel.
Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air limbah.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Huruf a
- 7 –
7
Cukup jelas
Huruf b
Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab
dan faktor yang menyebabkan penurunanan kualitas air.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan program
kerja pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke waktu
mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan kualitas air.
Ayat (3)
Cukup jelas
- 8 –
8
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolahan
(pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/ Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran atau tumpahan
bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan operasi,
kecelakaan dan atau bencana alam.
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah, Camat, dan
Polisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang
dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah
sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana
jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
- 9 –
9
Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang dimaksud
dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan
kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya memang
terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan
hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun
pemantauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang.
Ayat (3)
Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik dengan cara
mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam proses
penilaian dan atau perumusan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air, pengendalian
pencemaran air, dan melakukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip
keterbukaan. Dengan keterbukaan memungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan
memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 31
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan pengendalian terhadap
sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai kegiatan yang
akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebut masih
dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air.
Pasal 32
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang
dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah
sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana
jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha
dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan pengumuman
yang meliputi antara lain:
a. status mutu air;
b. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;
c. sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya;
d. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau
e. langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan kualitas
air dan atau pengendalian pencemaran air.
- 10 –
10
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelolaan kualitas
air dan pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal
pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplication), namun dapat
berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana
usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakannya.
Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik berkenaan dengan
kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang akan diaplikasi,
dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat mencegah
pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.
Ayat (2)
Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Oleh
karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu dimungkinkan
untuk ditambahkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
- 11 –
11
Pedoman pengkajian meliputi, antara lain, petunjuk mengenai rencana penelitian, metode,
operasi, dan pemeliharaan.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Pembuangan air limbah adalah pemasukan air limbah secara pelepasan (discharge) bukan
secara dumping dan atau pelepasan dadakan (shock discharge).
Pembuangan air limbah yang berupa sisa dari usaha dan atau kegiatan penambangan, seperti
misalnya "air terproduksi" (produced water), yang akan dikembalikan ke dalam formasi asalnya
juga wajib menaati baku mutu air limbah yang ditetapkan secara spesifik untuk jenis air limbah
tersebut.
Air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bukan merupakan sisa kegiatan
PLTA, sehingga tidak termasuk dalam ketentuan Pasal ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Masuknya air limbah ke dalam air dapat menurunkan kualitas air tergantung beban pencemaran
air limbah dan kemampuan air menerima beban tersebut.
Air yang kondisi kualitasnya lebih baik dari baku mutu air berarti masih memiliki kemampuan
untuk menerima beban pencemaran. Apabila beban pencemaran yang masuk melebihi
kemampuan air menerima beban tersebut maka akan menyebabkan pencemaran air, yaitu
kondisi kualitas air tidak memenuhi baku mutu air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Pengertian limbah padat termasuk limbah yang berwujud lumpur dan atau slurry.
Contoh dari pembuangan limbah padat misalnya pembuangan atau penempatan material sisa
usaha dan atau kegiatan penambangan berupa tailing, ke dalam air dan atau sumber air.
Contoh dari pembuangan gas misalnya memasukkan pipa pembuangan gas yang mengandung
unsur pencemar seperti Ammonium dan atau uap panas ke dalam air dan atau pada sumber air.
Pasal 43
- 12 –
12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah
yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian
penghargaan.
Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah
yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan mengumumkan kepada
masyarakat riwayat kinerja penaatannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan sendiri,
belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan prasarana atau
daerah tidak melakukan pengawasan.
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau
kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
- 13 –
13
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan izin
melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 49
Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran,
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan,
penanggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau
kegiatan yang bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang paksa
(dwangsom).
Pasal 50
Ayat (1)
Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut
asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan atau
perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum
tertentu, misalnya perintah untuk :
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku
mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup;
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau tindakan
penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan mencakup
kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
- 14 –
14
Pasal 55
-Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4161
0

UNDANG - UNDAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP

ncuye
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999
Tentang : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 27 TAHUN 1999 (27/1999)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola
sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup,
perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha dan/atau kegiatan;
b. bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal
perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan
pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin;
c. bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha
dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup;
d. bahwa dengan diundangkannya Undang-undang 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu dilakukan penyesuaian
terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan ;
e. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. ndang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3699);
M E M U T U S K A N :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan;
2. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang
sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan;
3. Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;
4. Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara
cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan;
5. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
6. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting
akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;
7. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab
atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan;
8. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan
keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;
9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang
memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian
bahwa kewenangan di tingkat pusat berada pada Kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan di tingkat daerah berada
pada Gubernur;
10. Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang
membina secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
11. Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis
mengenai dampak lingkungan dengan pengertian di tingkat pusat oleh
komisis penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;
12. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
13. Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan adalah instansi
yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
14. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Gubernur
Kepala Daerah Istimewa atau Gubernur Kepala daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
Pasal 2
(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan
studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.
(2) Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai
bahan perencanaan pembangunan wilayah.
(3) Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat
dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan
tunggal, terpadu atau kegiatan dalam kawasan.
Pasal 3
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan
pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta
kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan
alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi
pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan
cagar budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad
renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati;
h. penerpan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar
untuk mempengaruhi lingkungan hidup;
i. kegiatan yang mempunyai resiko tinggi, dan atau mempengaruhi
pertahan negara.
(2) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran
dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen yang terkait.
(3) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun.
(4) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan.
(5) Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan
hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada yat (5) ditetapkan oleh instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan setelah mempertimbangkan
masukan dari instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 4
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang
sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan tidak diwajibkan
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi.
(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup
dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan
hidup kawasan.
Pasal 5
(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :
a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;
b. luas wilayah persebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;
e. sifatnya kumulatif dampak;
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.
(2) Pedoman mengenai penentuan dampak besar dan penting
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 6
(1) Analisis mengenai dampak lingkunga hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) tidak perlu dibuat bagi rencana usaha dan/atau
kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat.
(2) Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang membidangi usaha dan/aytau kegiatan yang bersangkutan
menetapkan telah terjadinya suatu keadaan darurat.
Pasal 7
(1) Analisis mengenai damapk lingkungan hidup merupakan syarat yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Pemohon izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang
berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha
dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) yang
diberikan instansi yang bertanggung jawab.
(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam
rencana pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup
sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
diterbitkannya.
(4) Kententuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh
pemrakarsa, dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
BAB II
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI
DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 8
(1) Komisi penilai dibentuk :
a. di tingkat pusat : oleh Menteri;
b. di tingkat daerah : oleh Gubernur.
(2) Komisi penilai sebagaiman dimaksud pada ayat (1) :
a) di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
b) di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I.
(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan
pertimbangan teknis atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.
(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana
dimaksd pada ayat (1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masingmasing
sektor.
(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil
penilaiannya kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan
dasar keputusan atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, rencana pemantauan
lingkungan hidup.
(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat
maupun daerah, ditetapkan oleh Menteri , setelah mendengar dan
memperhatikan saran/pendapat Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain
dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.
(8) Ketentuan mengenai tata kerja tim teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Komisi Penilai Pusat.
Pasal 9
(1) Komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf
a terdiri atas unsur-unsur instansi yang ditugasi mengelola lingkungan
hidup, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan,
Departemen Dalam Negeri, instansi yang ditugasi bidang kesehatan,
instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan, instansi yang
ditugasi bidang penanaman modal, instansi yang ditugasi bidang
pertanahan, instansi yang ditugasi bidang ilmu pengetahuan, depatemen
dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha
dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, wakil
Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, Wakil
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, ahli
dibidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang berkaitan, organisasi
lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang
dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang
dipandang perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 10
(1) Komisi peilai daerah sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri
atas unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I,
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi
yang ditugasi bidang penanaman modal daerah, instansi yang ditugasi
bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi bidang pertahanan
keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah
Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi
Daerah Tingkat I, wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang
bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah
yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli dibidang yang
berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan
hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, warga
masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang
perlu.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.
Pasal 11
(1) Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak
lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi
kriteria :
a. usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut
ketahanan dan keamanan negara;
b. usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu
wilayah propinsi daerah tingkat I;
c. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan
negara lain;
d. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
e. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara
kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.
(2) Komisi penilai daerah berwenang menilai analisis mengenai dampak
lingkungan hidup bagi jenis-jenis usaha dan/atau kegiatan yang diluar
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 12
(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para
ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk
komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur untuk komisi penilai daerah
tingkat I.
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1), wajib memperhatikan kebijaksanaan nasional pengelolaan
lingkungan hidup, rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang
wilayah dan kepentingan pertahan -an keamanan.
BAB III
TATA LAKSANA
Bagian Pertama
Kerangka Acuan
Pasal 14
(1) Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan analisis dampak lingkungan
hidup disusun oleh pemrakarsa.
(2) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 15
(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
disampaikan oleh pemrakarsa kepada instansi yang bertanggung
jawab, dengan ketentuan :
a. di tingkat pusat : kepada Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;
b. di tingkat daerah : kepada Gubernur melalui komisi penilai daerah
tingkat I.
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari
dan tanggal diterimanya kerangka acuan pembuatan analisis dampak
lingkungan hidup.
Pasal 16
(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dinilai oleh
komisi penilai bersama dengan pemrakarsa untuk menyepakati ruang
lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang akan
dilaksanakan.
(2) Keputusan atas penilaian kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam
jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
(3) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka
instansi yang bertanggung jawab dianggap menerima kerangka acuan
dimaksud.
(4) Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi
dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata
ruang kawasan.
Bagian Kedua
Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup
Pasal 17
(1) Pemrakarsa menyusun analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan
hidup, berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan
keputusan dari instansi yang bertanggung jawab.
(2) Penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup,
berpedoman pada pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengeloaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kepala instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 18
(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, diajukan oleh
pemrakarsa kepada :
a. di tingkat pusat : Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;
b. di tingkat daerah : Gubernur melalui komisi penilai daerah
tingkat I.
(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan
tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari dan
tanggal diterimanya analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 19
(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dinilai :
a. di tingkat pusat : oleh komisi penilai pusat;
b. di tingkat daerah : oleh komisi penilai daerah
(2) Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan berdasarkan hasil
penilaian analisis dampak lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib dicantumkan dasar pertimbangan dikeluarkannya
keputusan itu, dan pertimbangan terhadap saran, pendapat, dan
tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1).
Pasal 20
(1) Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), dalam jangka waktu selambatlambatnya
75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan
hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).
(2) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dianggap layak
lingkungan.
Pasal 21
(1) Instansi yang bertanggung jawab mengembalikan analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pegelolaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup kepada pemrakarsa untuk diperbaiki
apabila kualitas analisis dampak lingkungan hidup, rencana
pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan
hidup tidak sesuai dengan pedoman penyusunan analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup.
(2) Perbaikan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup diajukan
kembali kepada instansi yang bertanggung jawab sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.
(3) Penilaian atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup serta
pemberian keputusan kelayakan lingkungan hidup atas usaha dan/atau
kegiatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal
20.
Pasal 22
(1) Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa :
a. dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak dapat
ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau
b. biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih
besar dari pada manfaat dampak besar dan penting positif yang
akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan, maka instansi yang bertanggung jawab memberikan
keputusan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan tidak layak lingkungan.
(2) Instansi yang berwenang menolak permohonan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan apabila instansi yang
bertanggung jawab memberikan keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 23
Salinan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pegelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, serta salinan keputusan
kelayakan lingkungan hidup, serta salinan keputusan kelayakan lingkungan
hidup suatu usaha dan/atau kegiatan disampaikan oleh :
a. di tingkat pusat : instansi yang ditugasi mengendalikan dampak
lingkungan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi terkait yang
berkepentingan, Gubernur dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II yang bersangkutan.
b. di tingkat daerah : Gubernur kepada Menteri, Kepala instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang berwenang
menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan,
dan instansi yang terkait.
Bagian Ketiga
Kadaluwarsa dan batalnya keputusan hasil Analisis Dampak
Lingkungan Hidup, Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Pasal 24
(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini,
apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak ditertibkannya keputusan kelayakan
tersebut.
(2) Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk melaksanakan
rencana usaha dan/atau kegiatannya, pemrakarasa wajib mengajukan
kembali permohonan persetujuan atas analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggung jawab.
(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) instansi
yang bertanggung jawab memutuskan :
a. Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang pernah
disetujui dapat sepenuhnya dipergunakan kembali; atau
b. Pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan
hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 25
(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila
pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan/atau kegiatan.
(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan di
lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa wajib
membuat analisis mengenai mengenai dampak lingkungan hidup baru
seseuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 26
(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila
pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas
dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong.
(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 27
(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan
menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila terjadi
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa
alam atau karena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.
(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib
membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 28
(1) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan
pembinaan teknis terhadap komisi penilai pusat dan daerah.
(2) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan
pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup yang menjadi bagian dari izin.
Pasal 29
(1) Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan di bidang analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dilakukan dengan koordinasi instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
(2) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak
lingkungan hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dengan memperhatikan
sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 30
Kualifikasi penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan
pemberian lisensi/sertifikasi dan peraturannya ditetapkan oleh Kepala
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 31
Penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau
kegiatan golongan ekonomi lemah dibantu pemerintah, dan ditetapkan lebih
lanjut oleh Menteri setelah memperhatikan saran dan pendapat instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan dan Gubernur.
(2) Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :
a. pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundangundangan
di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup;
b. pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha
dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
c. penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada
Menteri secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam (1)
satu tahun, dengan tembusan kepada instansi yang berwenang
menerbitkan izin dan Gubernur.
BAB VI
KETERBUKAAN INFORMASI DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 33
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum
pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa.
(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya
rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran,
pendapat, dan tanggapan tentang akan dilaksanakannya rencana usaha
dan/atau kegiatan.
(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diajukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab.
(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib dipertimbangkan dan dikaji dalam analisis mengenai dampak
lingkungan hidup.
(6) Tata cara dan bentuk pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), serta tatacara penyampaian saran, pendapat, dan tanggapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Kepala instansi
yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 34
(1) Waraga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses
penyusunan kerangka acuan, penlaian kerangka acuan, analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan renacana
pemantauan lingkungan hidup
(2) Bentuk dan tata cara keterlibatan warga masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi
mengendalikan dampak lingkungan.
Pasal 35
(1) Semua dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, saran,
pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkaitan,
kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup
dari usaha dan/atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum.
(2) Instansi yang bertanggung jawab menyerahkan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada suatu lembaga dokumentasi dan/atau
kearsipan.
BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 36
Biaya pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dibebankan :
a. di tingkat pusat : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan;
b. di tingkat daerah ; pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan
dampak lingkungan daerah tingkat I.
Pasal 37
Biaya penyusunan dan penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup di bebankan kepada pemrakarsa.
Pasal 38
(1) Biaya pembinaan teknis dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (1) dibebankan pada anggaran
instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
(2) Biaya pengumuman yang dilakukan oleh instansi yang betanggung
jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dibebankan pada
anggaran instansi yang bertanggung jawab.
(3) Biaya pembinaan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup suatu usaha dan/atau
kegiatan yang pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini :
a. sedang dalam proses penilaian oleh komisi penilai analisis mengenai
dampak lingkungan hidup yang bersangkutan; atau
b. sudah diajukan kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan, tetap dinilai oleh komisi penilai instansi
yang bersangkutan, dan harus selesai paling lambat 6 (enam) bulan sejak
Peraturan Pemerintah ini berlaku secara efektif.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundangundangan
tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang telah
ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti
berdasarkan Peratauran Pemerintah ini.
Pasal 41
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan lembaran Negara
Nomor 3538) dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 42
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku efektif 18 (delapan belas) bulan sejak
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
AKBAR TANDJUNG
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK
LINGKUNGAN HIDUP
I. UMUM
Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan
pembangunan di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk
yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, tetapi dilain pihak
ketersediaan sumber daya alam bersifat terbatas. Kegiatan pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan meningkatkan permintaan atas
sumber daya alam, sehingga timbul tekanan terhadap sumber daya alam.
Oleh karena itu, pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan
harus disertai dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan
demikian, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan adalah pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan
pengelolaan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya
pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan usaha
dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan perubahan rona lingkungan
hidup akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup yang baru, baik
yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang timbul sebagai akibat
diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan pembangunan. Pasal 15
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup menetapkan bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang
kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Dengan dimasukkannya analisis mengenai dampak lingkungan hidup ke
dalam proses perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka pengambil
keputusan akan memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam
mengenai berbagai aspek usaha dan/atau kegiatan tersebut, sehingga dapat
diambil keputusan optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup merupakan salah satu alat bagi
pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin
ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi
dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.
Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang menjadi tumpuan
terlanjutkannya pembangunan merupakan kepentingan seluruh masyarakat.
Diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan akan mengubah rona
lingkungan hidup, sedangkan perubahan ini pada gilirannya akan
menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan
warga masyarakat yang akan terkena dampak menjadi penting dalam proses
analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan hak setiap
orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran
masyarakat itu meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini
berarti bahwa warga masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan atas analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Keterlibatan
warga masyarakat itu merupakan pelaksanaan asas keterbukaan. Dengan
keterlibatan warga masyarakat itu akan membantu dalam mengidentifikasi
persoalan dampak lingkungan hidup secara dini dan lengkap, menampung
aspirasi dan kearifan pengetahuan lokal dari masyarakat yang seringkali
justru menjadi kunci penyelesaian persoalan dampak lingkungan yang
timbul.
Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Sebagai bagian dari
studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat
yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan. Hal itu merupakan konsekuensi dari kewajiban setiap orang untuk
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
Konsekuensinya adalah bahwa syarat dan kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana
pemantauan lingkungan hidup harus dicantumkan sebagai ketentuan dalam
izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka (1)
Cukup jelas
Angka (2)
Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna dari arti
dampak penting.
Angka (3) sampai angka 14
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Studi kelayakan pada umumnya meliputi analisis dari aspek teknis
dan aspek ekonomis-finansial. Dengan ayat ini, maka studi kelayakan
bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup meliputi komponen analisis teknis,
analisis ekonomis-finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan
hidup. Oleh karena itu, analisis mengenai dampak lingkungan hidup
sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang
bertanggung jawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.
Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat digunakan
sebagai masukan bagi penyusunan kebijaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup, di samping dapat digunakan sebagai masukan bagi
perencanaan pembangunan wilayah.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup khususnya dokumen
rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan
lingkungan hidup juga merupakan dasar dalam sistem manajemen
lingkungan (Environmental Management System) usaha dan/atau
kegiatan.
Ayat (2)
Karena analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan
bagian dari studi kelayakan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
berlokasi pada ekosistem tertentu, maka hasil analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tersebut sangat penting untuk dijadikan
sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah.
Ayat (3)
Usaha dan/atau kegiatan tunggal adalah hanya satu jenis usaha
dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya di bawah satu
instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan
terpadu/multisektor adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan
penting usaha dan/atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan
terhadap lingkungan hidup dan melibatkan lebih dari satu instansi
yang membidangi kegiatan dimaksud.
Kriteria usaha dan/atau kegiatan terpadu meliputi :
a. berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan
dalam hal perencanaan, pengelolaan, dan proses produksinya;
b. usaha dan/atau kegiatan tersebut berada dalam kesatuan
hamparan ekosistem;
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup usaha dan/atau kegiatan
kawasan adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting
usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup dalam satu
kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata
ruang kawasan.
Kriteria usaha dan/atau kegiatan di zona pengembangan
wilayah/kawasan meliputi :
a. berbagai usaha dan/atau kegiatan yang saling terkait
perencanaannya antar satu dengan yang lainnya;
b. berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak
dalam/merupakan satu kesatuan zona rencana pengembangan
wilayah/kawasan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dan/atau rencana tata ruang kawasan:
c. usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak pada kesatuan
hamparan ekosistem.
Pasal 3
Ayat (1)
Usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam ayat ini merupakan
kategori usaha dan/atau kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan
tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
potensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan
hidup. Dengan demikian penyebutan kategori usaha dan/atau
kegiatan tersebut tidak bersifat limitatif dan dapat berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyebutan
tersebut bersifat alternatif, sebagai contoh seperti usaha dan/atau
kegiatan :
a. pembuatan jalan, bendungan, jalan kereta api dan pembukaan
hutan;
b. kegiatan pertambangan dan eksploitasi hutan;
c. pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dengan usaha konservasi
dan penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang
dapat mengefisienkan pemakaiannya;
d. kegiatan yang menimbulkan perubahan atau pergeseran struktur
tata nilai, pandangan dan/atau cara hidup masyarakat setempat;
e. kegiatan yang proses dan hasilnya menimbulkan pencemaran,
kerusakan kawasan konservasi alam, atau pencemaran benda
cagar budaya;
f. introduksi suatu jenis tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik
(mikro organisme) yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru
terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat
mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;
g. penggunaan bahan hayati dan non hayati mencakup pula
pengertian pengubahan;
h. penerapan teknologi yang dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang. Oleh karena itu,
jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup, yang mendasarkan diri pada ilmu
pengetahuan dan teknologi, perlu ditinjau kembali.
Ayat (4) sampai ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting dalam
ayat ini ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan
teknologi yang ada. Oleh karena itu kriteria ini dapat berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
tidak bersifat limitatif.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan atau kondisi
yang sedemikian rupa, sehingga mengharuskan dilaksanakannya
tindakan segera yang mengandung resiko terhadap lingkungan hidup
demi kepentingan umum, misalnya pertahanan negara atau
penanggulangan bencana alam. Keadaan darurat ini tidak sama
dengan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Undangundang
keadaan darurat.
Ayat (2)
Keadaan darurat yang tidak memerlukan analisis mengenai dampak
lingkungan hidup, misalnya pembangunan bendungan/dam untuk
menahan bencana lahar, ditetapkan oleh menteri yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan dimaksud.
Pasal 7
Ayat (1)
Untuk melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan terdapat satu izin
yang bersifat dominan, tanpa izin tersebut seseorang tidak dapat
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud. Misalnya izin
usaha industri di bidang perindustrian, kuasa pertambangan di bidang
pertambangan, izin penambangan daerah di bidang penambangan
bahan galian golongan C, izin hak pengusahaan hutan di bidang
kehutanan, izin hak guna usaha pertanian di bidang pertanian.
Sedangkan keputusan kelayakan lingkungan hidup adalah persyaratan
yang diwajibkan untuk dapat menerbitkan izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
Ayat (2)
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari
proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu,
keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah
diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab wajib dilampirkan
pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8 sampai pasal 10
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan
hidup di komisi penilai daerah dapat berarti wakil dari instansi yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan wilayah dengan maksud
agar terdapat keterpaduan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan
hidup, khususnya pengendalian dampak lingkungan hidup dengan
kebijaksanaan dan program pengendalian dampak lingkungan hidup
di daerah. Pengangkatan para ahli dari pusat studi lingkungan hidup
perguruan tinggi sebagai anggota komisi penilai daerah adalah untuk
memantapkan kualitas hasil kajian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup dalam penilaian analisis mengenai dampak
lingkungan hidup. Adanya wakil yang ditunjuk dari Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, dan instansi yang ditugasi di
bidang pertanahan di daerah dimaksudkan untuk menjamin
keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup secara lintas sektor yang
ada di daerah. Adapun wakil yang ditunjuk dari bidang kesehatan di
daerah dikarenakan pada akhirnya dampak semua kegiatan selalu
berakhir pada aspek kesehatan.
Duduknya wakil organisasi lingkungan hidup dalam komisi penilai
merupakan aktualisasi hak warga masyarakat untuk berperan dalam
proses pengambilan keputusan.
Organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji adalah lembaga swadaya masyarakat.
Duduknya wakil masyarakat terkena dampak suatu usaha dan/atau
kegiatan diharapkan dapat memberikan masukan tentang aspirasi
masyarakat yang terkena dampak akibat dari usaha dan/atau
kegiatan tersebut.
Duduknya wakil instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
yang bersangkutan adalah untuk memberikan penilaian secara teknis
usaha dan/atau kegiatan yang dinilai.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf (a)
Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau kegiatan yang
menyangkut ketahanan dan keamanan negara misalnya :
pembangkit listrik tenaga nuklir, pembangkit listrik tenaga air,
pembangkit listrik tenaga uap/panas bumi, eksploitasi minyak dan
gas, kilang minyak, penambangan uranium, industri petrokimia,
industri pesawat terbang, industri kapal, industri senjata, industri
bahan peledak, industri baja, industri alat-alat berat, industri
telekomunikasi, pembangunan bendungan, bandar udara,
pelabuhan dan rencana usaha dan/atau kegiatan lainnya yang
menurut instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan
dianggap strategis.
Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang bersifat strategis ini
menjadi bagian dari usaha dan/atau kegiatan terpadu/multisektor,
maka penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup
menjadi wewenang komisi penilai analisis mengenai dampak
lingkungan hidup pusat.
Huruf (b)
Cukup jelas
Huruf (c)
Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa
dengan negara lain misalnya : rencana usaha dan/atau kegiatan
yang berlokasi di Pulau Sipadan, Ligitan dan Celah Timor
Huruf (d)
Cukup jelas
Huruf (e)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12 dan pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan hidup
merupakan pegangan yang diperlukan dalam penyusunan analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pelingkupan,
yaitu proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan
dengan dampak besar dan penting, kerangka acuan terutama
memuat komponen-komponen aspek usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup,
serta komponen-komponen parameter lingkungan hidup yang akan
terkena dampak besar dan penting.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jeias
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa.
Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi
proses penyampaian dokumen kerangka acuan ke instansi yang
bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis,
konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian
oleh komisi penilai, sampai ditetapkannya keputusan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Menolak untuk memberikan keputusan atas kerangka acuan adalah
untuk melindungi kepentingan umum.
Kerangka acuan merupakan dasar bagi penyusunan analisis dampak
lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan hidup. Kerangka acuan yang baik
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akan menghasilkan
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan
hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang baik pula,
demikian pula sebaliknya. Sedangkan kewajiban untuk membuat
analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting adalah untuk
melindungi fungsi lingkungan hidup. Perlindungan fungsi lingkungan
hidup merupakan kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan
adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Tingkat I , dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Tingkat II.
Yang dimaksud dengan rencana tata ruang kawasan yang ditetapkan
adalah baik rencana tata ruang kawasan tertentu yang telah
ditetapkan dengan Keputusan Presiden maupun rencana tata ruang
kawasan perdesaan atau rencana tata ruang kawasan perkotaan
sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah Tingkat II. Termasuk dalam pengertian
rencana tata ruang kawasan adalah rencana rinci tata ruang di
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang meliputi rencana
terperinci (detail) tata ruang kawasan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
Pasal 17 sampai pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dari analisis dampak lingkungan hidup dapat diketahui dampak besar
dan penting yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan
terhadap lingkungan hidup. Dengan mengetahui dampak besar dan
penting itu dapat ditentukan :
a. cara mengendalikan dampak besar dan penting negatif dan
mengembangkan dampak besar dan penting positif, yang
dicantumkan dalam rencana pengelolaan dampak lingkungan
hidup, dan
b. cara memantau dampak besar dan penting tersebut, yang
dicantumkan dalam rencana pemantauan lingkungan hidup.
Apa yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup
dan rencana pemantauan lingkungan hidup merupakan syarat dan
kewajiban yang harus dilakukan pemrakarsa apabila hendak
melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya.
Oleh karena itu, hasil penilaian atas analisis dampak lingkungan
hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana
pemantauan lingkungan hidup oleh komisi penilai analisis mengenai
dampak lingkungan hidup menjadi dasar bagi instansi yang
bertanggung jawab dalam memberikan keputusan kepada instansi
yang berwenang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Penetapan jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja
dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa.
Jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) hari kerja ini meliputi
proses penyampaian dokumen analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi
penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat
yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai dengan
diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21 sampai pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Sejalan dengan cepatnya pengembangan pembangunan wilayah,
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun kemungkinan besar telah terjadi
perubahan rona lingkungan hidup, sehingga rona lingkungan hidup
yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup tidak cocok lagi digunakan untuk
memprakirakan dampak lingkungan hidup rencana usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Perubahan desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau
bahan baku dan/atau bahan penolong bagi usaha dan/atau kegiatan
akan menimbulkan dampak besar dan penting yang berbeda. Oleh
karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil
penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan
lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang
telah diterbitkan menjadi batal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Terjadinya perubahan lingkungan hidup secara mendasar berarti
hilangnya atau berubahnya rona lingkungan hidup awal yang menjadi
dasar penyusunan analisis dampak lingkungan hidup. Keadaan ini
menimbulkan konsekuensi batalnya keputusan kelayakan lingkungan
hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup,
rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 28 sampai pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Bantuan yang dimaksud untuk golongan ekonomi lemah dapat berupa
biaya penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau tenaga
ahli untuk penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau
bantuan lainnya. Bantuan diberikan oleh instansi yang membidangi usaha
dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Pengumuman merupakan hak setiap orang atas informasi lingkungan
hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan
hidup.
Ayat (2)
Pengumuman oleh instansi yang bertanggung jawab dapat dilakukan,
misalnya, melalui media cetak dan/atau media elektronik.
Sedangkan pengumuman oleh pemrakarsa dapat dilakukan dengan
memasang papan pengumuman di lokasi akan diselenggarakannya
usaha dan/atau kegiatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Saran, pendapat dan tanggapan secara tertulis diperlukan agar
terdokumentasi.
Ayat (5)
Semua saran dan pendapat yang diajukan oleh warga masyarakat
harus tercermin dalam penyusunan kerangka acuan, dikaji dalam
analisis dampak lingkungan hidup dan diberikan alternatif
pemecahannya dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan
rencana pemantauan lingkungan hidup.
Ayat (6)
Dalam pengumuman akan diselenggarakannya usaha dan/atau
kegiatan diberitahukan sekurang-kurangnya, antara lain : tentang apa
yang akan dihasilkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan, jenis dan volume limbah yang dihasilkan serta cara
penanganannya, kemungkinan dampak lingkungan hidup yang akan
ditimbulkan.
Pasal 34 sampai pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Biaya penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan
hidup antara lain mencakup biaya untuk mendatangkan wakil-wakil
masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian mengenai analisis
dampak lingkungan hidup, menjadi tanggungan pemrakarsa.
Pasal 38 sampai pasal 42
Cukup jelas
______________________________________